artikel pp banyuayar



RKH. MUHAMMAD SYAMSUL ARIFIN BIN KH. ABDUL LATHIFDAN SEJARAH BERDIRINYAPESANTREN TERTUAPONDOK PESANTREN DARUL ULUM BANYUANYAR PAMEKASAN MADURA


Ahmad Amin Thohir
Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Malang
tohirahmad103@gmail.com

Pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.
Istilah Kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa Kata Kyai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar Kyai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa. Gelar Kyai juga diberikan untuk benda-benda yang keramat dan dituahkan, seperti keris dan tombak. Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan.
Abstrak : Profil Pp Darul Ulum Banyuanyar, Pengasuh Pp Darul Ulum Banyuanyar, Periode Kepemimpinan.
Sejarah awal Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar adalah pondok pesantren tertua di Madura, didirikan pada tahun 1787 M/1204 H oleh KH. Itsbat bin Ishaq diatas sebidang tanah yang sempit dan gersang yang kemudian disebut dengan "Banyuanyar". Penamaan "Banyuanyar" ini atas dasar penemuan sumber mata air yang cukup basar oleh KH. Itsbat yang tidak pernah surut sambai sekarang. Di tempat ini KH. Itsbat bin Ishaq mengajarkan ilmu agama kepada para santrinya dengan penuh kesabaran. kemudian beliau bersama keluarganya pindah ke arah timur, yaitu sebuah area yang masih berupa hutan belantara yang kemudian menjadi  desa Poto’an Daja, kecamatan Palengaan, kabupaten Pamekasan.
Di daerah baru yang masih berupa semak belukar, kering dan tandus ini beliau berusaha  menggali sumur guna mendapatkan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Atas jerih payah dan usaha beliau, akhirnya berkat izin Allah K. Isbat dapat menemukan sumber mata air  yang cukup besar dari sumur yang digalinya dan tidak pernah surut sedikit pun, bahkan sampai sekarang  sumber mata air tersebut masih difungsikan sebagai air minum keluarga besar Pondok pesantren Banyuanyar .Bermula dari inilah maka lokasi ini  dinamakan Banyuanyar yaitu suatu nama yang berasal dari bahasa jawa yang artinya air baru yang memberikan kehidupan, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Pondok Pesantren Banyuanyar”. Hal ini terjadi kira-kira tahun 1204 h/1788 M yang diawali dengan didirikannya sebuah langgar kecil yang sampai sekarang langgar tersebut masih utuh dan difungsikan sebagai tempat para tamu yang bersilaturrahmi. Kemudian dengan KH.Abd.Hamid Bakir di singkat dengan sebutan P.B.B.
Dengan visi ingin melahirkan generasi Muslim yang berakhlaqul karimah, berilmu amaliyah dan beraman ilmiyah, Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar terus berusaha mengajarkan pendidikan agama islam, mengembangkan sikap akhlakul karimah s]untuk mencapai visi tersebut dengan motto "Tidak ada kebahagiaan kecuali ilmu yang bermanfaat dan taqwa kepada Allah taala, karena hal itu yang akan menyebabkan kesuksesan dan kemuliaan di dunia dan akhirat". Maka sampai saat ini sudah ribuan satri yang ingin belajar di Pondok pesantren Darul Ulum Banyuanyar ini.
Pada awalnya santri yang belajar masih sebatas dari kalangan sekitar pondok, dan itupun masih bersifat santri kalong/coloqan, artinya santri yang belajar tidak bermukim di pondok. Namun berkat ketabahan dan keuletan serta sifat zuhud yang dimiliki K. Itsbat , akhirnya sedikit demi sedikit santri  mulai berdatangan baik dari lingkungan pesantren maupun dari beberapa daerah lainnya.
1.      K Itsbat Bin Ishaq Bin Hasan Bin Abdurrahman (Kyai Abdurrahman adalah menantu Sunan Giri Gresik), periode tahun 1788 s/d 1868.
2.      RKH Abdul Hamid Bin Itsbat, periode tahun 1868 s/d 1933.
3.      RKH. Abdul Majid bin Abdul Hamid (wafat 1958 M), periode tahun 1933 s/d 1943.
4.      RKH. Baidhawi bin Abdul Hamid (wafat 1966 M), periode tahun 1943 s/d 1966.
5.      RKH. Abdul Hamid Bakir bin Abdul Majid (wafat 1980 M), periode tahun 1966 s/d 1980.
6.      RKH. Muhammad Syamsul Arifin bin KH. Abdul Lathif, periode tahun 1980-sekarang

Kepemimpinan K.H. Muhammad Syamsul Arifin
Masa ini merupakan momentum baru dalam estafet kepemimpinan pondok pesantren banyuanyar karena kepemimpinan pesantren tidak lagi merupakan keturunan langsung dari pemimpin sebelumnya, sebab penerus K.H. Abd Hamid Bakir adalah menantunya yang bernama k.H. Mohamad Syamsul Arifin, putra Kiai Abd. Latif, berasal dari dusun Pakes desa Panaan kecamatan Palengaan, yang terletak di sebelah barat daya kira-kira 2 km dari pondok pesantren Banyuanyar. Secara nasab (garis keturunan) beliau masih ada hubungan keluarga dengan keluarga pondok pesantren Banyuanyar, sebab K. Abd. Latif ayah beliau keturunan dari buyut congkop pakes yang masih merupakan rangkaian keturunan dari pendiri pondok pesantren Banyuanyar.Beliau dalam kesahariannya selalu bersikap ramah, penyabar, lemah lembut dalam bertutur kata, dan murah senyum, karena sifat “hilim” ( dari akar kata “haluma”artinya orang yang mempunyai sifat santun) yang dimiliki inilah beliau mempunyai kharisma, sehingga dengan sendirinya banyak orang yang hormat. Kiai yang berpenampilan sangat sederhana ini, hanya mengenyam pendidikan pesantern hususnya di Bata-bata dan Banyuanyar, dan di beberapa pesantren di Jawa. Jiwa kepemimpinan yang dimiliki beliau banyak diperoleh ketika belau berada di pesantern Banyuanyar.
Beliau berada di pondok pesantren ini pada tahun 1960, namun sebelumnya mondok di Alas Bulu mulai tahun 1952, yang pada saat beliau diambil anak Oleh K.H. Mahfudz Sayyadi, Bata-Bata. Namun karena sakit dan tidak betah, maka pada tahun 1954 beliau pulang ke Bata-Bata, baru kemudian pada tahun 1955 beliau pulang ke Pakes karena saat itu nyai sepuh (……………….) isteri K.H. Abd. Majid meninggal dunia, yang tak lama kemudian K.H. Abd. Majid juga meninggal dunia.
Pada tahun 1960 beliau bersama kakaknya yaitu K.Muhammad Syahid sowan ke K.H. Abd Hamid Baqir guna memberitahukan bahwa beliau akan mondok ke pondok pesantren Sidogiri Pasuruan. Tetapi beliau ( K. H. Abd Hamid Baqir ) menyarankan terhadap kakak K.H. Mohammad Syamsul Arifin yaitu K. Muhammad Syahid agar adiknya tinggal di Banyuanyari dulu, baru setelah cukup mengerti nanti bisa mondok ke tempat lain. Padahal K. Muhammad Syahid sudah memberitahu (mohon restu) kepada K. H Baidawi (dalem timur), kemudian beliau menyuruh kakaknya memberi tahu lagi akan saran beliau. Berselang beberapa hari maka beliau mulai mengaji, tetapi mengaji baru sampai pada al mu’rabatu qismani (Nahwu), kitab Sarraf (Isih) pada bab muta’addi dan untuk kitab Bidayah (akhlaq tasawwuf) baru sampai pada bab istaiqadu min an naum, beliau diperintah untuk melanjutkan dan menggantikan K.H. Abd Hamid Baqir pada saat bebergian ke pulau jawa, begitulah seterusnya setiap kali beliau bebergian, dan ketika beliau datang maka beliaulah yang mengajar, saat itu beliau baru berumur sekitar 15 tahun.
Beberapa tahun kemudian, bersamaan dengan lahirnya putra K. Abd. Hamid Baqir yaitu K.H. Nuruddin Baqir, beliau memasrahkan pengelolaan pondok sepenuhnya dengan mengatakan ; “saya pasrahkan sama kamu berjalan atau tidaknya kegiatan dan pembangunan pesantren”. Kemudian K.H. Abd Hamid Baqir memboyong puteranya ke kalibaru setelah mencapai 40 hari dari kelahirannya. Tak lama kemudian tepatnya pada tanggal 7 bulan syawal beliau datang, dan pada tanggal 11 K.H. Mohammad dipagil seraya mengatakan bahwa beliauakan dijodohkan dengan putri K. Abd. Hamid Baqir. Saat itu Nyai Halimah ( isteri K. H. Mohammad Syamsul Arifin) masih berumur 5 tahun. Karena usianya masih dibawah umur, maka beliau belum bisa berkumpul, baru sepuluh tahun kemudian kira-kira ketika beliau berusia 25 tahun dan nyai Halimah berusia 15 tahun, baru dapat berkumpul secara resmi.
Tahun 1963 beliau mondok lagi ke Karang Suko Malang sampai tahun 1964. Pada tahun ini pula beliau naik haji dan sekaligus digunakan untuk menimba dan memperdalam ilmu pengetahuan terhadap para masyayikh. Namun Syekh Sayyid Amin belum memberikan izin, dan menyarankan kembali lagi tahun berikutnya. Tahun 1968 beliau kembali lagi ke Makkah Almukarramah guna menimba ilmu. Akhirnya beliau pulang, dan atas anjuran K.H. Baqir beliau menuntut ilmu di beberapa pesantren; tahun 1969 mengikuti hataman di Bangkalan, dan sempat mondok di Siwalan Panji tahun 1970. Barulah selepas pulang dari pondok pesantren Siwalan Panji ini beliau dipanggil Kiai Baqir dan dikumpulkan bersama istrinya yang sudah dikawinkan 10 tahun sebelumnya. Pesan beliau yang sampai sekarang dipegang “sengkok tak tao juba’na tao bagussa”. Artinya dalam membina keluarga bila menemukan masalah sekecil apa pun jangan sampai didengar oleh orang lain, tetapi diselesaikan sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan beliau merupakan hasil bentukan dari K.H. Abd. Hamid Baqir yang dipandang profil beliau memenuhi kriteria sebagai penggantinya. Dengan kata lain bahwa kepemimpinan beliau, merupakan “pemimpin yang dibentuk dan ditempa” (leaders are made) yaitu dengan cara memberikan kesempatan yang luas kepada yang bersangkutan melalui berbagai pendidikan dan latihan kepemimpinan. Dalam menjalankan amanah yang diemban, beliau berusaha untuk dapat mengembangkan dan memajukan pondok pesantren dengan cara mempertahankan sistem pendidikan yang lama, dan berusaha merintis kembali (reaktualisasi) pendidikan formal yang sudah mulai sekitar tahun 1960-an.Secara resmi pada tahun 1980 dibuka Madrasah Tsanawiyah dan pada tahun 19834 didirikan Madrasah Aliyah yang kemudian madrasah itu diberi Nama Darul-Ulum beserta seluruh tingkatan lembaga yang ada dan biasa disebut dengan Lembaga Pendidikan Islam Darul-Ulum ( LPI Darul-Ulum ).
Salah satu usaha yang dilakukan beliau untuk mengembangkan dan memajukan pondok pesantren diawali dengan membentuk mitra kerja kepengurusan, dimana hal ini merupakan ide dari K.H. Abd. Ghafur Syafiuddin, Lc,  saudara ipar beliau, atau suami Ny. Khairiyah (Puteri K.H. Abd. Hamid Baqir), dan sekarang telah membina pondok pesantren sendiri yaitu Pondok Pesantren Al Mujtama’  di desa Palakpak Pagantenan.Berkat semangat dari semua pihak akhirnya usaha untuk  memajukan pondok pesantren menghasilkan kemajuan baik dari segi perkembangan pembangunan dan sistem pendidikan yaitu:
1.       Dalam bidang pembangunan; asrama santri yang dilengkapi dengan auditorium, gedung madrasah, wc umum, dan beberapa bangunan dalam tahap penyelesaian; gedung JPKS (Jaminan pelayanan kesehatan santri) asrama yatama (anak yatim), kamar mandi santri, dan kantor pondok pesantren yang sekaligus digandeng dengan gedung ma’had tahfidzulqur’an dan empat asrama santri. Sedangkan dibagian putri juga banyak bangunan yang telah berhasil didirikan diantaranya asrama santri yang digandeng dengan auditorium serta pembangunan gedung sekolah untuk madrasah Aliyah dan madrasah Tsanawiyah
2.      Sistem pendidikan; selain sistem pendidikan formal dengan status diakui pada tahun 1994, juga terdapat sistem pengembangan pendidikan yang merupakan pendidikan spesialisasi bakat dan minat santri, seperti; ma’had tahfidzulqur’an, markaz lughatul’arabiyah, dan markas bahasa inggris dan lain sebagainya.


DAFTAR RUJUKAN
Hadi yasin. 2010. Meraih Dahsyatnya Ikhlas. ciganjur: jagakarsa
Nurcholis Madjid. 1997. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.
Samsul Munir. 2008. Karomah Para Kiai. Yogyakarta: Pustaka Pesantren
Sudjono Prasodjo. 1982. Profil Pesantren. Jakarta: LP3S.
Wahab, Rochidin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta,CV
Zamakhsyari Dhofier. 1983. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3S.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN SAPE` SONO’ DI BUMI GERBANG SALAM KABUPATEN PAMEKASAN

MTsN sumber bungur