SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN SAPE` SONO’ DI BUMI GERBANG SALAM KABUPATEN PAMEKASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN KESENIAN SAPE` SONO’ DI
BUMI GERBANG SALAM KABUPATEN PAMEKASAN
Makalah
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Sejarah lokal
Yang dibina oleh Ibu Dra. Yuliati, M.Hum
Oleh:
Ahmad amin
thohir
130731615728
Universitas Negeri Malang
Fakultas Ilmu Sosial
Jurusan Sejarah
Oktober 2015
Fakultas Ilmu Sosial
Jurusan Sejarah
Oktober 2015
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II ISI
2.1
Sejarah Berdirinya Kebudayaan Sape Sonok Di
Kabupaten Pamekasan Madura.
2.2
Fungsi
Positif Kesenian Sape` Sono’
Bagi Kehidupan Masyarakat Di Kabupaten Pamekasan Madura.
2.3
Makna
Yang Terdapat Dalam Kesenian Sape` Sono’ Di Kabupaten Pamekasan
Madura.
BAB III PENUTUP
3.1 kesimpulan
3.2 saran
DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pulau
madura, yang oleh sebagian
kalangan dipandang sebagai “ekor” kebudayaan jawa, ternyata memiliki beberapa
tradisi unik yang tidak ditemukan di pulau jawa, termasuk di pulau lainnya di
indonesia. Diantara tradisi unik tersebut adalah ‘kerapan sapi’. Kuntowidjoyo
menggambarkan tradisi khas madura ini sebagai suatu kombinasi dari perayaan
rakyat, hiburan, pertunjukan kesehatan ternak, dan pacuan sapi (kuntowijoyo,
2002:371).
Kita mengetahui bahwa
negara indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam budaya. Kebudayaan
tersebut kebanyakan telah dilakukan secara turun temurun dari zaman nenek
moyang kita. Hal tersebut mengakibatkan banyak generasi muda diantara kita yang
belum bahkan tidak mengetahui budaya apa saja yang ada di negara kita.
Budaya-budaya tersebut berasal dari berbagai daerah di seluruh indonesia. Salah
satunya adalah madura. Kali ini kami akan membahas mengenai karapan sapi madura
yang belum banyak diketahui orang banyak dikarenakan asal daerahnya yang
sedikit terpencil. Padahal pulau madura adalah salah satu pulau di indonesia
yang berpotensi tinggi nilai budayanya. Oleh karena itu dalam pembahasan kali
ini akan dibahas secara rinci agar kita dapat mengetahui tentang apa itu sape´sonok. (sulaiman, ba. 1983).
Menurut e.b. Taylor,
“kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang mencakup ilmu pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan, serta
kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.
Menurut koentjaraningrat, ”kebudayaan sebagai keseluruhan dari kelakuan dan
hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan, yang diperoleh melalui
belajar dan tersusun dalam kehidupan masyarakat”. (e.b taylor 1873:30)
Alasan pemilihan judul
dalam makalah
ini berhubungan dengan ketertarikan
penulis terhadap kebudayaan sape
sonok
yang dinilai sangat menarik untuk dibahas. Yang mana kebudayaan sape sonok itu mempunyai dampak, salah satunya adalah
selain sebagai ajang lomba sape sonok juga sebagai pemersatu masyarakat di
madura. Tentunya dari kebudayaan sape
sonok
itu ada sebab-sebab khusus yang mendasari munculnya pemersatu masyarakat
madura. Oleh karena itu, penulis berniat untuk menggali lebih dalam tentang kerapan sapi sebagai budaya politik
pemersatu masyarakat madura.
1.2
Rumusan Masalah
Berikut
adalah beberapa rumusan masalah yang nantinya akan dibahas dalam pembahasan penulisan:
A. Bagaimana
Sejarah Berdirinya Kesenian Sape Sonok Di Kabupaten Pamekasan Madura.
B. Apa Fungsi
Positif Kesenian Sape` Sono’ Bagi Kehidupan Masyarakat Di Kabupaten Pamekasan Madura.
C. Apa Saja Makna Yang Terdapat Dalam Kesenian Sape` Sono’ Di Kabupaten Pamekasan
Madura.
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka terdapat beberapa tujuan
penulisan sebagai berikut:
A. Untuk
Mengetahui Sejarah Berdirinya Kesenian Sape Sonok Di Kabupaten Pamekasan
Madura.
B. Untuk Mengetahui Fungsi Positif Kesenian Sape`
Sono’ Bagi Kehidupan Masyarakat Di
Kabupaten Pamekasan Madura.
C. Untuk
Mengetahui Makna Yang Terdapat Dalam Kesenian Sape` Sono’ Di Kabupaten Pamekasan
Madura..
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berdirinya Kebudayaan Sape Sonok Di Kabupaten
Pamekasan Madura.
Selain
kerapan sapi, madura juga punya budaya yang tak kalah menarik. Budaya itu biasa
disebut dengan sape sono’. Bedanya, jika kerapan sapi diadu kekuatan dan
keperkasaannya dalam berlari, maka sape sono’ diadu kecantikan dan
keanggunannya. Sapi tidak dipacu dan ditunggangi. Ia malah diiring dengan musik
dan tari-tarian saronen-sebuah musik khas yang memang biasa digunakan untuk
mengiring sape sono. Sapi-sapi ini dirawat agar bulunya bagus, badannya sintal
dan bisa berjalan serempak bersama pasangannya seperti pasukan yang sedang
baris berbaris. Orang-orang di luar madura biasa menyebut kontes ini tak
ubahnya fashion show. Hanya saja, aktornya adalah sepasang sapi. Dan
semua sapi yang ikut berlaga dalam kontes ini harus berjenis kelamin perempuan.
Dikatakan sape sono’karena dalam kontes ini, sapi dilepas digaris finis,
diiring berjalan di lintasan, dan kemudian harus finis dengan masuk (nyono’) di
bawah sebuah gapura. Di garis finis ini, sapi-sapi dituntut bias mengangkat
kakinya secara bersamaan dan meletakkannya di sebuah kayu melintang. Kayu
tersebut sebelumnya dibuat lebih tinggi dari lintasan. Yang paling anggun dan
serempak berjalan, serta paling cepat meletakkan kakinya di papan melintang di
bawah gapura, dialah sang pemenang. Pemiliknya berhak menerima hadiah dan
secara ekonomis sapinya akan otomatis makin tinggi nilainya.
Sape`
sono’ adalah sebentuk pertunjukkan kesenian yang menonjolkan keindahan sapi.
Sapi-sapi yang diaktualisasikan bukan sapi jantan, sepertipada kerapan sapi,
akan tetapi justru sapi-sapi betina. Sapi-sapi tersebut diriassedemikian rupa
denga aneka aksesoris atau pernak-pernik berwarna semarak (merah, kuning, hijau, perak dan
keemasan). Sapi-sapi diarak mengelilingilapangan dengan diringi alunan musik
saronen. Eksistensi kesenian ini mem- bawa dampak positif yang lainnya, di
antaranya sebagai media silaturrahmipara pemilik atau pencinta sapi, sebagai
ajang jual-beli sapi, memacu produk-tivitas peternakan sapi, serta mampu
meningkatkan prestise dan status social pemiliknya.
Sape
sono’ pertama kali dicetuskan oleh warga
batu kerbui pesisir utara pamekasan. Dalam sejarahnya setiap kali selesai
bekerja membajak ladang, para petani biasanya memandikan sapinya itu. Setelah
dimandikan maka sepasang sapi itu didiamkan ke satu tiang ”tancek’’. Kebiasaan
itu juga dilakukan oleh petani lain dalam satu petak tanah tegal, sehingga
tampak ramai.
Dalam
perkembangannya, kemudian muncul pemikiran dari para petani untuk memilih dan
melombakan mana sapi yang paling bersih dan rapi berdiri. Pasangan sapi itu
juga kemudian didandani dengan asesoris lain yang indah. Kemudian dari inilah
tradisi sape sono’itu muncul, yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya
masyarakat pamekasan dan madura pada umumnya. Sape sono’ dalam perkembangannya
bukan hanya menjadi perekat hubungan sosial, namun juga memiliki makna budaya
dan tehnologi. Bagi pamekasan sapi sonok telah menjadi kebanggan tersendiri.
Bupati pamekasan telah mendapatkan penghargaan sebagai bupati yang memiliki
kepedulian yang tinggi atas pelestarian budaya karena komitmennya untuk
melestarikan sape sono’ ini.
Kulit
sapi dijaga agar tetap mulus, tak punya luka atau bekas luka sama sekali. Sape
sono’ harus bersih dan cantik secara
fisik, seluruh bulu di badan sapi sonok juga harus dipotong pendek dan rapi.
Kuku dan tanduk sapi harus terpelihara dengan baik. Makanannya, selain rumput
sebagai menu utama, sape sono’ juga harus mendapat ramuan khusus yang terdiri
dari telur ayam kampung, kunyit, gula merah, bawang, daun bawang, asam
jawa, madu, kelapa dan dicampur dengan jamu sehat dari madura.
Telur
ayam kampung yang dibutuhkan setiap ramuan untuk satu sape sono’ sebanyak
25 butir. Tidak boleh telur ayam negeri. Mendekati satu minggu sebelum kontes
sape sono’, biasanya komposisi jamu sape sono’ ini ditingkatkan 2 kali lipat.
Tak heran kalau akhirnya dijual dengan harga mahal. Sape sono’ juga harus rajin
dimandikan di pandokan, yaitu, tempat khusus untuk memandikan sapi, dengan
diberi sabun pelembut bulu dan dipijat seluruh badan minimal 2 hari sekali.
Sape` (sapi) bagi orang madura
nyaris menjadi segala-galanya. Sapi merupakan salah satu bentuk representasi,
bahkan eksistensi orang madura. Penghargaan orang madura terhadap sapi juga
tidak bisa dianggap remeh. Sapi seolah sudah dinobatkan sebagai hewan yang sangat berjasa dalam hidup dan
kehidupan orang madura.
Bisa diandaikan jika
madura tidak ada sapi, maka seolah madura tidak pernah ada. Sapi disini, lebih kepada episentrum dinamika
falsafah, kultur dansosial orang madura. Madura menjadi teraktualisasi gerak
kehidupannya selainkarena kondisi alamnya juga karena sapinya. Misalnya saja, di
bidang pertaniansapi sangat membantu dalam mengolah tanah, ladang atau tegalan
yang tandus.sapi juga menunjukkan status ekonomi dan sosial seseorang.
Ketergantungan yang tinggi pada
hujan menyebabkan petani madura harus mencari mata pencaharian lain di musim kemarau. Untuk itu
kebanyakan petani madura lalu beternak sapi. Sapi di sini selain tenaganya
dimanfaatkan untuk membajak sawah dan menarik dokar, juga diperjualkan sebagai
sapi potong. Lebih jauh sapi bagi mereka bisa dimanfaatkan sebagai
tabungan kekayaan, serta sebagaisarana berekreasi seperti tampak pada pagelaran
kerapan sapi (smith 1989; seda-gung 2001, dalam rifai: 2007: 80). Kebiasaan
masyarakatnya menggunakan jasa sapi pada saat mengolah tanahpertanian dengan
cara membajak. Sapi-sapi yang digunakan dalam proses pengo-lahan tanah
pertanian ini umumnya adalah sapi-sapi betina yang disandingkansatu sama lain
(berpasangan) untuk menarik nangghale (alat membajak ladang).berawal dari
kebiasaan ini sapi-sapi betina itu tampak nilai gunanya. Kekompakanpada saat
menarik nangghale itulah yang kemudian menjadi dasar kesamaan ataukekompakan
dalam
Langkah-langkah sapi betina pada
kesenian sape` sono’. kebiasaan yang
lainnya, yang menjadi penanda terbentuknya kesenian sape`sono’ adalah kebiasaan para petani memandikan atau
membersihkan tubuh sapi yang dilakukan setelah selesai membajak. Sapi-sapi
dimandikan di kali dekat ladang, digosok sampai tampak bersih kemudian
diikatkan pada sepasang kayu atau pohon disebelah kiri dan kanan sapi.
Sapi-sapi tersebut seperti dipajang, dan sipemilik sapi mengamatinya dengan
perasaan senang. kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada terbentuknya kesenian sape` sono’ juga disempurnakan dengan di langsungkannya
kebiasaan para petani memajang sapi-sapi. Bentuk kegiatan ini mereka biasa
menyebutnya dengan sape` taccek.
Sape` taccek
disini pada intinya sekadar memajang sapi pada sebatang penyangga atau potongan
pohon bambu, tanpa perlengkapan atau aksesoris yang melekat padatubuh sapi.
Kebiasaan ini sebenarnya dilatar-belakangi oleh prosesi pemajangan sapi yang dalam posisi berdiri
tegap, keindahan tubuh dan warna kulit yang mengkilap (basyar, 2010).
Sape` taccek
inilah yang juga menjadi cikal-bakal terbentuknya kesenian sape` sono’. Dari aktivitas atau kebiasaan para
petani yang spontanitasitulah kemudian kesenian ini menemukan bentuknya. Maka
seiring berjalannyawaktu, kesenian ini dikenal dengan kesenian sape` sono’ .daya tarik pada kesenian sape` sono’ ini adalah terdapat pada
“kecantikan”sapi-sapi. Artinya sapi-sapi yang dilombakan merupakan sapi-sapi
betina pilihan,tampak sehat, berbadan bagus, dengan warna kulit mengkilat.
Bahkan lebih me-narik lagi, sapi-sapi betina ini didandani layaknya seorang
peragawati. Hampirdisekujur tubuh sapi dilengkapi dengan aksesoris dengan warna
khas madurayang sangat menyolok (merah, kuning, hijau, keemasan). Sebelum acara
inti dimu-lai, para pemilik sapi mengiringi langkah gemulai sapi sambil menari.
Suasananyatampak semakin semarak karena langkah gemulai sape` sono’ ini diiringi denganmusik tradisional madura, saronen.
2.2 Fungsi Positif Kesenian Sape` Sono’
Bagi Kehidupan Masyarakat Di Kabupaten Pamekasan Madura.
Masyarakat
Madura sejak dahulu juga terkenal dengan peternak yang fanatik.Sehingga sering
dikatakan “lebih sayang” kepada hewan ternaknya (sapi) dibandingkan dengan
istrinya. Sebagai contoh nyata, pemilik sapi kerapan akan begit umemanjakan
sapi kesayangannya, sehingga tidak akan berpikir dua kali membe-rinya minum
madu bercampur telur ayam kampung, atau bahkan bir, karena hal ini justru
dianggap sebagai sebuah kebanggaan tersendiri (Rifai, 2007: 80).
Keberadaan
atau kepemilikan akan sapi, telah memunculkan beragam peri-laku atau aktivitas
dan kreativitas yang lainnya. Sapi pada akhirnya sedemikian“dihargai”. Sapi
dicintai, dipelihara, dirawat, bahkan “didandani” demi memun-culkan sebuah
nilai yang lebih lagi. Sapi kemudian tak cukup membantu dalamproses pengulahan
ladang atau sekadar ditaruh di dalam kandang. Sapi harus puladitampilkan dalam
sebuah arena, yakni dengan lebih menampilkan sisi indahnya(keanggunan atau
kemolekannya), yakni dengan ditambahi atau dilengkapinyadi hampir sekujur
badannya dengan aneka aksesoris (sejenis manik-manik) yang menarik.
Maka
terjadinya aktualisasi penghargaan terhadap sapi inilah, justru menam- bah
“nilai jual” sapi. Sapi-sapi yang digelar dalam prosesi Kesenian Sape` Sono’ adalah sapi-sapi yang
benar-benar memiliki banyak kelebihan (unggul). Artinya kualitas sapi sudah benar-benar
tertangkap dari aspek visualisasi postur atau bentuk tubuh sapi. Sapi yang
berkualitas dalam Kesenian Sape` Sono’
bukan sekadar bobot tubuhnya yang ideal (tidak kurus atau tidak terlalu gemuk,
kulit mengkilat,memiliki mata dan tanduk yang bagus, dsb), akan tetapi kualitas
pasangan.
Sape`Sono’ itu diketahui juga dari keserasiannya dalam melangkah. Jika
dalam melang-kah terjadi semacam ketidakserasian (tidak kompak) maka sapi-sapi
tersebut be-lum bisa dikatakan berkualitas. Aktualisasi Kesenian Sape` Sono’
ini tidak berhentipada aspek visual atau keindahan tubuh sapi saja, namun
eksistensi kesenian inimewujudkan beberapa fungsi dan makna yang positif.
A.
FUNGSI KESENIAN SAPE` SONO’
Kesenian
Sape` Sono’ merupakan salah satu
wujud aktualisasi eksistensi masyarakatnya. Hal ini bisa dimaknai, bahwa
kesenian yang teraktualisasi me-ngandung beragam aspek yang senantiasa
melengkapi dan diterima secara ber-sama-sama sebagai sebuah dinamika kehidupan
sosial-budaya masyarakatnya. Adapun fungsi positif kesenian Sape` Sono’ adalah:
a.
Fungsi Hiburan
Kesenian
Sape` Sono’ dengan aneka bentuk dan warna atribut yang dipakai-kan pada
beberapa bagian tubuh sapi. Mengandung daya hibur pada masyarakatpengunjung.
Hal ini tampak juga pada atraksi para pasangan Sape` Sono’ berjalanserasi (kompak) dan seirama dengan alunan
music Saronen. Bahkan akhir-akhirini
kesenian Sape` Sono’ dilengkapi
dengan dihadirkannya tokang tari atau
tandha’ (penari perempuan).Daya hibur yang lain pada Kesenian Sape` Sono’ selain terletak pada
atraksitarian spotanitas dari para pengiring dan pemandu, juga terletak pada
tarian parasinden. Para sinden adalah seorang perempuan yang memiliki kemahiran
dalam atari(menari) dan pandai ngejung (sejenis pantun berbahasa Madura
yang dilagu-kan). Mereka mengiringi langkah-langkah sapi yang didandani, dari
mula berang-kat dari pintu start hingga sampai pada labang saketheng (pintu
gerbang) di tempat finish yang telah disediakan.
b.
Fungsi
Sosial
Aktivitas
seni dalam lingkungan masyarakat bersifat kelompok. Seni ini di-tentukan oleh
norma-norma yang telah dibuat dan disepakati masyarakat. Senidalam teori
Sosiologi, bahasannya terfokus pada seni yang tumbuh dan berkem- bang di
masyarakat. Artinya seni itu menyatu dengan kehidupan masyarakat yangterdiri
dari seni kolektif maupun individual. Seni kolektif (kelompok) mengacupada
kebersamaan masyarakat dalam mengerjakan dan menciptakan karya seni.Seni
kolektif, lebih terikat pada nilai atau norma-norma masyarakatnya
(Bambang,2010: 37-39). Maka kesenian Sape`
Sono’ telah menjadi perhatian dari banyak ka-langan, utamanya bagi siapa
saja yang tertarik pada kesenian ini. Dengan berlang-sungnya kesenian Sape` Sono’ juga menjadi arena bertemunya
orang kaya (orengsoghi) bahkan juga para pangraje (tokoh
masyarakat atau pejabat setempat) dengan masyarakat kheni’(petani, nelayan, pedagang kecil, dsb).
Kesenian
Sape` Sono’ juga mendatangkan rejeki
bagi masyarakat setempat,misalnya untuk tempat penitipan (parkir) kendaraan
para pengunjung, pedagangmakanan; seperti penjual sate, soto, rujak, rokok,
minuman, beragam mainananak-anak dan lain-lain. Melihat realitas tersebut, maka
dengan dilangsungkannyaprosesi Kesenian Sape` Sono’ telah menciptakan
praktik-praktik sosial yang lebihluas. Bentuk-bentuk interaksi/dialogis sosial
tampak berlangsung guyub. Aktivitas-aktivitas lain pun tampak semarak di
sekitar pertunjukan Kesenian Sape` Sono’
ini.
c.
Fungsi Ekonomi
Sapi
bagi orang Madura merupakan salah satu hewan peliharaan yang di- jadikan
andalan dalam kehidupan ekonomi rumah tangga. Orang yang memiliki banyak
sapi, maka bisa diartikan sebagai reng soghi
atau orang kaya (Basyar, 2010:331). Dalam Kesenian Sape` Sono’ selain berfungsi
sebagai hiburan, tentu memilikifungsi secara ekonomi. Bahwa prosesi Kesenian Sape` Sono’ dimungkinkan terjadi ketertarikan
para pedagang atau pembeli sapi. Maka pelaksanaan Kesenian Sape`Sono’ juga ditandai dengan ajang
tawar-menawar sapi. Sapi yang berkualitas akanmemiliki banyak peminat.
Kriteria
sapi berkualitas (menurut penuturan H. Zainuddin dan H. Hatib; to-koh Kesenian
Sape` Sono’ Madura) di antaranya adalah bertubuh tinggi besar, sehatdan tampak
segar, berkulit mengkilat (aminnya’), juga serasi dalam memadukangerak langkah.
Maka kondisi sapi dengan ciri-ciri itulah yang memiliki harga relatifsangat
tinggi. Harga tertinggi sepasang Sape` Sono’ hingga mencapai sekitar
Rp150.000.000,-. Bahkan anak sapi (bibit Sape` Sono’) juga yang baru berumur
kurangdari 6 bulan satu ekor bisa dihargai 20 hingga 30 juta. Maka Sapi-sapi
yang semulasepasang berharga hanya puluhan juta saja, maka dikarenakan
ditampilkan dalamkontes Sape` Sono’ akan bertambah harganya menjadi ratusan
juta. Kenyataan de-mikian tentu saja akan menambah tingkat ekonomi pemilik
sapi.
d.
Fungsi Pendidikan
Proses
pembelajaran pendidikan seni (budaya) adalah sebuah proses mendidik, membina,
meningkatkan, dan mengembangkan kreativitas serta pola pikirmanusia. Proses
pembelajaran pendidikan seni ini tidak terlepas dari interaksi antarsatu
individu dengan individu yang lainnya, kelompok satu dengan kelompoklainnya,
dan seterusnya. Inilah yang disebuat interaksi. Interaksi dengan
berbagaigolongan dalam proses pembelajaran pendidikan seni adalah untuk
mendapatkanpengetahuan empiris serta transenden (Bambang, 2010: 10).Kesenian Sape` Sono’ juga dapat berfungsi sebagai
media pendidikan kepadapeserta didik (generasi penerus). Adanya ragam
visualisasi kesenian ini, para pe-serta didik bisa belajar banyak hal dan
mendapat tambahan pengetahuan, khusustentang eksistensi seni dan budaya ada di
lingkungannya. Maka dalam hal ini Kes-enian Sape`
Sono’, sebagai salah satu ikon kesenian masyarakat Pamekasan
mampumenjadi transformasi nilai estetiknya, yang meliputi bentuk serta muatan
(fungsidan makna) kesenian tersebut. Hal ini menjadi sesuatu yang penting
karena daripengamatan dan pemahaman terhadap eksistensi kesenian setempat
itulah makapara peserta didik (generasi penerus) diharapkan bisa mewarisi
nilai-nilai luhur budaya para leluhurnya.
Terkait
dengan paparan di atas, maka muatan estetik dari Kesenian Sape` Sono’ tentu saja mengandung aspek-aspek
positif itu. Kesenian Sape` Sono’
bagi peserta didik atau generasi penerus akan mampu menjadi media transformasi
nilai-nilai budaya laluhurnya. Mengerti dan memahami eksistensi dan esensi
nilai-nilai bu-daya leluhur berarti akan mampu mewarisi serta memupuk
kepribadian konstruk-tif peserta didik atau generasi penerus. Nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Kesenian Sape` Sono’
di antara lain; kecintaan pada keindahan (seni), kebersamaan,kekeluargaan,
meningkatkan pendapatan (ekonomi).
2.3 Makna Yang Terdapat
Dalam Kesenian Sape` Sono’ Di Kabupaten Pamekasan
Madura.
Kesenian
Sape` Sono’ sudah tentu mengandung
makna. Makna di sini sa- ngat dipengaruhi oleh tampilan fisik (visual) kesenian ini secara menyeluruh, daritampilan
bentuk sapi (lengkap dengan aneka atributnya), para pengiring, bahkan juga
musik yang meniringi. Kesenian Sape` Sono’
merupakan sebuah bentuk repre-sentasi kolektif dari kondisi sosial-budaya
masyarakatnya. Kesenian Sape` Sono’ ini,penulis juga menangkap berbagai
makna-makna yang tersirat dibalik fenomenavisual dari kesenian ini,
diantaranya; makna kedinamisan atau vitalitas hidup,kebersamaan, serta makna
kebanggaan (prestise). Adapaun beberapa makna yang dapat ditarik dari Kesenian
Sape` Sono’ adalah:
a.
Makna Kedinamisan Hidup/Vitalitas
Hidup
Kesenian
Sape` Sono’ juga dapat dimaknai
sebagai medan sosial-budaya masyarakat atau para penikmatnya. Mereka yang
datang berkunjung/menikmati Kesenian Sape` Sono’
adalah para pencinta atau para penggemar. Mereka adalahpara pencinta keindahan.
Kedinamisan dalam Kesenian Sape` Sono’
dapat ditang-kap dari keharmonisan gerak dan langkah sapi, berpadu dengan
langgam music Saronen yang
khas.Kedinamisan hidup juga terkait dengan vitalitas hidup. Maka orang
madurasesungguhnya dengan beragam anggapan (streotipe)
yang disandangkannya; dian-taranya spontanitas (apa adanya), ulet, pantang
menyerah atau suka bekerja keras,serta taat beragama (Islam). Hal tersebut
telah menjadikan semacam identitas bah-kan kebanggaan tersendri bagi orang
Madura. Orang Madura jelas berbeda dalam banyak hal dengan orang selain Madura.
Terkait dengan hal ini, lebih spesifik
diungkapkan oleh Hadi W.M (2007: 86) orang Madura bisa menjadi apa saja, karena
tolak ukur orang Madura adalah agama (Islam).
Syarat menjadi orang Madura, ia harus Islam. Bahkan, orang Madura, ung-kap Emha
Ainun Nadjib (2005: 149), serius sekaligus lugu dengan kata-katanya.Artinya,
kalau ia menyatakan sesuatu, biasanya karena memang demikian isi hatiatau
pikirannya. Kalau ia mengungkapkan suatu bentuk sikap tertentu, biasanyakarena
memang begitulah muatan yang ada dalam bathinnya.
b. Makna
Kebersamaan Hidup
Makna kebersamaan hidup tampak pada berkumpulnya keluarga
atau famili yang ikut mendukungdalam kontes Kesenian Sape` Sono’. Para keluarga
atau famili tersebut saling me-nyumbang baik tenaga, pikiran dan dana. Mereka
hadir dan memberi dukungan dilokasi berlangsungnya kontes Sape` Sono’.
Semalam
suntuk sebelum berangkat ke kontes, diadakan acara “kumpul-kumpul”
sefamili/sesaudara. Biasanya pemilik Sape`
Sono’ juga melakukan nyabis (mendatangi) seorang kiai (guru/orang
pintar). Hal ini untuk keselamatan semata.Biasanya dari kiai mendapatkan
petunjuk berikut: waktu yang baik untuk berang-kat dan arah baik masuk arena
kontes. Setelah tiba di arena pemilik Sape` Sono’ mengambil sejumput tanah
dan dimasukkan ke mulut sapi, ini sebagai pertandamohon ijin kepada yang araksa bhumi (arwah leluhur yang memiliki
tempat itu).
c. Makna
Kebanggaan (Prestise)
Sapi bagi orang Madura, merupakan salah satu hewan
peliharaan yang di- jadikan andalan dalam kehidupan ekonomi rumah tangga.
Sapi akhirnya menjadi semacam barang berharga yang dapat meningkatkan
kebanggaan bahkan martabat keluarga, secara ekonomi. Dengan kata lain, orang
yang memiliki sapi berarti tergolong orang yang mampu atau kaya raya. Semakin
banyak sapi berarti layak berjuluk si raja kaya (Basyar, 2010: 331). Makam
dalam prosesi Kesenian Sape` Sono’
yang dilanjutkan dengan acara kontes sapi, hal ini menyiratkan sebuah ajang
re-presentasi diri si pemilik sapi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sapi
(sape`) bagi orang Madura menjadi
sesuatu yang sangat berarti, bahkansebuah kebanggaan tersendiri. Sejak semula
sapi sudah sangat tampak nilai jasa-nya, yakni membantu dalam pengerjaan lahan
pertanian. Berawal dari rasa peng-hargaan sekaligus kebanggaan itulah, sapi
akhirnya menjadi sesuatu yang sangatesensi dalam dinamika sosial budaya
masyarakat pendukungnya.Keberadaan atau kepemilikan akan sapi, telah
memunculkan beragam peri-laku atau aktivitas dan kreativitas yang lainnya. Sapi
pada akhirnya sedemikian“dihargai”. Sapi dicintai dipelihara, dirawat, bahkan
“dirias” demi memunculkansebuah nilai yang lebih lagi. Sapi kemudian tak cukup
hanya untuk membantudalam proses pengolahan ladang atau sekadar ditaruh di
dalam kandang. Sapi jugaditampilkan dalam sebuah arena, yakni dengan lebih
menampilkan sisi indahnya(keanggunannya atau keseksiannya), yakni dengan
ditambahi atau dilengkapinyadi hampir sekujur badannya dengan aneka aksesoris
yang menarik. Inilah yang ke-mudian dikenal sebagai Kesenian Sape` Sono’. Kesenian Sape` Sono’ adalah sebentuk kesenian
yang menonjolkan keindahan sapi. Yang menarik pada kesenian ini ialahsapi-sapi
yang diaktualisasikan bukan sapi jantan, seperti pada Kerapan Sapi, akantetapi
justru sapi-sapi yang berjenis kelamin betina.
Kesenian
Sape` Sono’ ini merupakan satu bukti bentuk aktualisasi penghargaan orang
Madura, Pamekasan khususnya, terhadap sapi. Sapi-sapi tersebut di-rias
sedemikian rupa denga aneka aksesoris atau pernak-pernik berwarna
semarak(merah, kuning, hijau, perak dan keemasan). Aktualisasi Kesenian Sape` Sono’ ini tidak berhenti pada aspek
visual atau keindahan tubuh sapi. Eksistensi Kesenianini membawa dampak positif
yang lainnya, diantaranya; berfungsi sebagai mediasilaturrahmi para pemilik
atau pencinta sapi, sebagai ajang jual-beli sapi, memacuproduktivitas
peternakan sapi, serta mampu meningkatkan prestise dan statussosial pemiliknya.
Sapi bagi orang Madura, telah menjadi bagian terpenting dalamdinamika
kultur-sosialnya. Maka Kesenian Sape` Sono’ merupakan sebuah bentukrepresentasi
dan prestise tersendiri bagi orang Madura.
Sapi
sonok merupakan dua sapi betina yang berkualitas khas Madura yang dipasangkan
dan diikutkan dalam kontes. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
karakteristik responden dan aspek finansial peternak. Lokasi dipilih secara
sengaja di Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan karena merupakan pusat kesenian
sapi sonok dan mengambil 40 responden peternak sapi sonok dengan menggunakan
metode snow ball sampling dengan analisis kuantitatif. Hasil penelitian ini
adalah usaha ternak sapi sonok layak dikembangkan karena menguntungkan bagi
peternak.
Sapi
Sonok sendiri merupakan sapi Madura yang mempunyai kualitas bagus dan berjenis
kelamin betina yang dilombakan/dikonteskan adalah keindahan sapi saat berjalan
dan berpakaian Salah satu tujuan diadakannya kontes sapi sonok yaitu untuk
memperkenalkan budaya Madura pada masyarakat luas terutama masyarakat di luar
Pulau Madura. Seni budaya sapi sonok menjadi kebanggaan masyarakat pulau Madura
khususnya Kabupaten Pamekasan karena pusat sapi sonok berada di Kabupaten
Pamekasan bagian utara yang sudah terkenal luas sehingga harus tetap
dilestarikan. Pelestarian sapi sonok di Kabupaten Pamekasan tersebar di
berbagai kecamatan, seperti: Kecamatan Proppo, Palengaan, Pakong, Waru,
Batumarmar dan Pasean. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah sapi sonok di Kabupaten
Pamekasan adalah 774 ekor. Sapi sonok pada dasarnya termasuk pada populasi sapi
potong namun sapi sonok merupakan sapi betina yang dibedakan karena kualitas
yang lebih unggul sehingga diikutkan pada kontes sapi sonok.
3.2 Saran
Demikian hasil makalah ini, apabila ada
kekurangan atau kelebihan dalam pemaparan makalah saya mohon maaf. Kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan dan semoga hasil makalah yang telah
saya kerjakan sangat bermanfaat bagi pembacanya.
DAFTAR RUJUKAN
Adrianto, Ambar. 2003. Kerapan
Sapi di Madura: Tradisi khas Berbau Prestis-Magis. Yogyakarta: Balai Kajian
Sejarah dan Nilai Tradisional.
Bambang, Made. 2010. Ilmu
Seni; Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima.Barker,
Basyar, Chairil dkk. 2010. Enslikopedi Pamekasan . Pamekasan: Pemerintah KabupatenPamekasan.
Chris. 2011. Cultural
Studies; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Christriyati. Sapi Sonok: Kontes Sapi
Betina di Madura, 2012 Yogyakarta: Kepel Press.
Hadi W.M., Abdul. 2007. “ Madura: Sejarah, Sastra, dan Perempuan Seni”. Majalah Srinthil
:Edisi 013, hlm. 86.
Marcel. 2011. Pesan,
Tanda, dan Makna . Yogyakarta: Jalasutra.
Nadjib, Emha Ainun 2005. Folklore
Madura. Yogyakarta: Progess.
Rifai, Mien A. 2007. Manusia Madura. Yogyakarta: Pilar Media.
Sulaiman, BA. (1983). sapi sonok di Madura. Jakarta: Depdikbud
Wijono, Didi
Budi, dkk.2004. Potensi dan Keragaman
Sumber Daya Genetik Sapi Madura. Lokakarya Seminar nasional.
Komentar
Posting Komentar