manusia dan sejarah
Manusia dan sejarah
Manusia
dan sejarah memiliki suatu keterkaitan yang erat. Tanpa sejarah, patut
dipertanyakan eksistensi manusia sebagai makhluk hidup yang tinggal dan
menetap. tanpa manusia, sejarah pun menjadi kosong.karena Pernyataan di atas didasari
oleh konsep bahwa sejarah yang didalamnya terdiri dari kejadian-kejadian
memilik manusia sebagai objeknya. Kuntowijoyo mengemukakan bahwa sejarah adalah
suatu rekonstruksi masa lalu yang sudah barang tentu disusun oleh
komponen-komponen tindakan manusia berupa yang dipikirkan, dilakukan dan
diucapkan. Sederhananya adalah, Sejarah adalah suatu bidang yang mempelajari
tentang apa yang dilakukan, dipikirkan dan diucapkan manusia pada masa lalu.
Sejarah secara tidak langsung telah mengabarkan eksistensi manusia. Seperti
formula yang diungkapkan para filsuf eksistensialis: “Esensi dari kenyataan
manusiawi adalah eksistensi”. Sejalan dengan rumus ini, filsuf Spanyol J.Ortega
Y.G mengemukakan rumusannya bahwa Man has no nature, what he has is history.manusia
juga tampak ingin membuktikan eksistensi mereka pada suatu masa. Fasiltas yang
digunakan sebagai sarana pembuktian itu seperti goresan, lukisan, tulisan
dokumen juga monument. Dengan item-item tersebut, diharapkan dapat menjadi
petunjuk tentang kehadiran mereka. Fasilitas yang digunakan juga dapat dibuat
oleh orang lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh para Firaun di Mesir yang
menugasi seorang “juru tulis” (the scriber) khusus untuk mencatat dan merekam
sejarah mereka. Hal-hal yang di ungkapkan tadi membuktikan bahwa sejarah
merupakan fenomena manusiawi tentang keberadaan manusia. Keterkaitan yang erat
antara manusia dengan sejarah juga dapat di gambarkan oleh peran sejarah dalam
proses pembentukan sifat-sifat kemanusiaan yang berujung pada pembentukan jati
diri manusia. Menurut Fuad Hassan (1989), sejarah adalah manifestasi yang khas
manusiawi, pengenalan sejarah merupakan kenyataan yang dapat ditelusuri sejak
perkembangan kemanusiaan yang paling dini. Herder dalam Taufik Abdullah(1985:1)
menyatakan bahwa sejarah adalah proses ke arah tercapainya kemanusiaan yang
tertinggi. Proses itu adalah dimana manusia berusaha untuk membentuk dan
menemukan jatidirinya. Dari yang tidak tahu apa-apa menjadi ragu-ragu akan
suatu hal, lalu mengerti dan paham. Sejarah yang mengkaji masalah kemanusiaan
memiliki inti utama berupa penguraian makna diri setiap orang. Penguraian makna
diri itu sangatlah sulit mengingat betapa rumitnya masalah kemanusiaan itu.
Karena itu, mengkaji dan mendialogkannya merupakan tindakan yang penting.
Romano Gardin (1885-1968) menyatakan bahwa manusia harus dihadapkan pada
masalah kemanusiaan secara berulang-ulang. Ia harus mencari dan menyelidiki
semua kemungkinan yang tampak terbuka bagi dirinya juga permasalahannya.
Layaknya sejarah yang berperan dalam kehidupan manusia. Manusia pun berperan
dalam sejarah. Dalam hal ini, manusia berperan dalam menghadirkan eksistensi
sejarah. Esistensi sejarah tersebut dapat muncul apabila manusia dalam
kehidupannya telah beranjak menuju hari esok sehingga meninggalkan hari
kemarin. Dengan demikian, “hari kemarin” menjadi perwujudan dari eksistensi
sejarah. Contoh yang paling sederhana adalah seperti ini ; diri kita ang saat
ini sudah berumur 20, 30, 50 atau berapapun, tentunya tidak tidak langsung
terlahir langsung seumur itu. Dan itu pun membuktikan bahwa setiap manusia
memiliki masa lalu. Dan masa lalu itulah yang menjadi bukti eksistensi sejarah
yang di perani manusia di dalamnya. Tanpa manusia, mustahil sejarah sebagai
proses maupun cerita dapat dihadirkan. Karena manusialah yang menetukan
sejarahnya sendiri. Sejarah itu terletak dalam suatu dinamika. Dinamika itu
timbul akibat dari sifat manusia yang dinamis. Selama manusia itu bergerak
(bertindak, berfikir dan berucap) maka akan mendorong terjadinya perubahan demi
perubahan yang seiring berjalannya waktu perubahan-perubahan itu akan menjadi
suatu komponen-komponen sejarah. Dalam ilmunya, sejarah memiliki dimensi
spasial (tempat) dan dimensi temporal (waktu). Disinilah dimensi temporal
berlaku. Dimensi temporal sangat penting bagi karakter dasar sejarah. Sejarah
yang berisi perubahan-perubahan yang dilakukan manusia berkonotasi dengan
waktu. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah hanya dapat muncul
apabila perubahan-perubahan(yang dilakukan manusia) terjadinya didalamnya.
Manusia dalam sejarah dapat mencakup : manusia sebagai subjek dalam sejarah dan
manusia sebagai objek dalam sejarah. Manusia sebagai subjek sejarah berarti
tindakan manusia dalam menentukan arus kesejarahan. Peran ini kebanyakan dilakukan
oleh para sejarawan yang meneliti dan menulis peristiwa masa lalu. Manusia
sebagai subjek sejarah cenderung bersifat subjektif. Obejektivitas penceritaan
sejarah oleh manusia sangatlah rendah. Ini disebabkan oleh ikatan emosional dan
intelektual dalam diri setiap manusia. Orang Indonesia yang menulis tentang
sejarah perjuangan Indonesia dalam menghadapi penjajah sudah barang tentu
tulisannya akan lebih membela kepentingan rakyat Indonesia yang dijajah.
Sebaliknya, apabila orang belanda menulis tentang sejarah yang melibatkan
mereka tentunya akan lebih mengarah kepada pembelaannya terhadap latarbelakang
dan asal negerinya. Realitas dalam sejarah tidak memiliki makna dengan
sendirinya. Tetapi realitas itu dimaknai oleh manusia-manusia yang menentukan arus
kesejarahan. Sehingga makna yang didapat pun berbeda satu sama lain. Disinalah
tantangan bagi para sejarawan, dimana mereka dituntut untuk memaknai isi
sejarah secara seobjektif mungkin ditambah dengan pemakaian sudut pandang masa
kini dalam mendalami isi sejarah yang memiliki sudut pandang masa lalu yang
tentu berbeda. Manusia yang mempengaruhi sejarah karena manusialah yang membuat
sejarah. Karena manusia yang mengendalikan sejarah berarti menegaskan
kedinamisan dirinya. Karena manusia yang membuat sejarah, sudah seharusnya
setiap dari diri kita menjadi seorang sejarawan. Minimal sejarawan bagi diri
sendiri (every man is own historians). Dalam sudut pandang manusia sebagai
objek sejarah, manusia merupakan menu sejarah yang di kaji oleh subjek. Objek yang
berarti masuk dalam konteks “yang telah terjadi” Sedang dalam sudut pandang
manusia sebagai subjek sejarah, manusia dapat menjadi penyedia menu sejarah.
Komentar
Posting Komentar