Vihara avalokitesvara contoh kerukunan umat beragama di pamekasan
Ahmad Amin Thohir
Pendidikan sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Malang
Tohirahmad103@gmail.com
Abstrak: Mewujudkan kerukunan hidup baik antar individu, kelompok maupun umat beragama, dalam masyarakat plural bukan suatu yang mudah. Karena disamping kerukunan hidup antar umat beragama bukanlah hal yang mudah, melainkan butuh proses, karena banyak faktor yang terkait, misalnya faktor sosial, pendidikan, ekonomi, politik terutama ideologi (baca madzhab) dari masing-masing pemeluk agama yang berbeda. Oleh karena itu membutuhkan perhatian serius dan kepiawaian semua pihak: pemerintah, tokoh agama dan masyarakat baik secara individual maupun secara kelompok.
Kata kunci :Kota Pamekasan, Kerukunan Umat Beragama, Vihara Avalokitesvara.
Pendahuluan
Reformasi politik yang digulirkan sejak tahun 1998 dengan ditandai lengsernya Soeharto dari tampuk kepemimpinan bangsa, merupakan peristiwa besar bagi kehidupan negeri ini. Peristiwa tersebut tidak saja menandai pergantian sistem politik dari Orde Baru yang menekan, mengekang dan menghegemoni bangsa Indonesia, menuju Orde Reformasi dengan system politik yang terbuka, tetapi reformasi politik tersebut sangat membuka peluang pada terwujudnya kebebasan dalam mengekspresikan hak sipil dan hak politik bagi seluruh rakyat Indnesia. Salah satu buah nyata dari digulirkannya reformasi politik tersebut adalah munculnya faham-faham Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam salafi ataupun kelompok-kelompok Islam yang memiliki kesamaan ideologis lainnya dalam skala massive di berbagai daerah di Nusantara ini, --termasuk di pamekasan.Kabupaten pamekasan
Kabupaten Pamekasan adalah sebuah kabupaten di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pamekasan. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Madura di selatan, Kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur. Kabupaten Pamekasan terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas 178 desa dan 11 kelurahan. Pusat pemerintahannya ada di Kecamatan Pamekasan.
Kabupaten Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Kerukunan Umat Beragama di Pamekasan.
Kerukunan beragama adalah terwujudnya sikap dan kesadaran untuk saling mengerti, saling menghormati dan saling menghargai di antara pemeluk agama yang berbeda, yang terefleksi dalam sikap menghormati dan saling menghargai secara tulus di antara mereka dan terimplementasi dalam sikap keseharian berupa saling menghormati dan menjaga perasaan tersinggungpemeluk agama lain dengan berusaha berpikir dan bersikap positif (positivethinking and acting).
Kerukunan hidup antar umat beragama bukanlah hal yang given,melainkan butuh proses dan upaya dari berbagai pihak. Mewujudkan kerukunanhidup baik antar maupun intern umat beragama, dalam masyarakat plural bukansuatu yang mudah, karena banyak faktor yang terkait, misalnya faktor sosial,pendidikan, ekonomi, politik terutama ideologi (baca madzhab) dari masingmasingpemeluk agama yang berbeda. Oleh karena itu membutuhkan perhatianserius dan kepiawaian semua pihak pemerintah, tokoh agama dan masyarakatbaik secara individual maupun secara kelompok.
Kabupaten Pamekasan dilihat dari sisi keberagamaan masyarakatnya, termasuk masyarakat majemuk atau plural. Kemajemukan agama di kotaGerbang Salam ini (Pamekasan) ditandai dengan eksisnya semua agama resmi (diakui negara) seperti: Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik dan KhongHucu. Namun demikian kemajemukan pemeluk agama ini tidak menjadikan Pamekasan menjadi kota konflik antar pemeluk agama. Hampir semua informan yang berhasil ditemui oleh peneliti menyatakan bahwa kerukunan umat beragama di kota Gerbang Salam (Pamekasan) ini “kondusif”, tidak ada hal-hal yang mengarah pada konflik bernuansa Kondisi kondusif kerukunan umat beragama di Pamekasan ini dikarenakan keterlibatan aktif masyarakat dan tokoh agama dalam meciptakan suasana kondusif dalam bingkai kehidupan rukun baik antar maupun intern umat beragama.
Faktor pendukung tercipatanya kerukunan umat beragama di Pamekasan dapat diurai sebagai berikut:
1. Persepsi Masyarakat tentang Toleransi Beragama
Persepsi atau pandangan dan pemahaman seseorang terhadap realitas sosial, tidak bisa lepas dari modal pengetahuan dan pengalamannya. Masyarakat Pamekasan yang tergolong masyarakat religius dan mayoritas muslim, memiliki modal pengetahuan keagamaan yang kuat dan pengamalan terhadap ajaran agamanya yang kuat pula. Sebagaimana banyak diceriterakan bahwa masyarakat Madura pada umumnya dan Pamekasan pada khususnya memiliki keterikatan yang kuat terhadap agama mereka. Salah satu tradisi yang terus berlanjut dan dipertahankan oleh masyarakat Pamekasan sampai saat ini adalah memondokkan putranya ke pesantren, ditambah pula menyekolahkan putranya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sampai ke perguruan Tinggi menjadi keinginan masyarakat.Perpaduan model pendidikan pesantren dan perguruan tinggi tersebut – hingga tahapan tertentu- telah membuka cakrawala baru dalam pemikiran keagamaan masyarakat Pamekasan. Hal itu begitu berpengaruh dalam pembentukan cara pandang mereka terhadap realitas sosial. Di samping model pendidikan tersebut, seringnya mereka berinteraksi dengan orang lain juga memberikan dampak tersendiri dalam cara memandang dunia.
2. Kesediaan Masyarakat untuk Menerima Perbedaan
Kesadaran masyarakat dalam menerima perbedaan sudah mulai tumbuh pada masyarakat Pamekasan. Tidak ada persinggungan atau sengaja menyinggung perasaan aliran lain. Masyarakat sudah biasa berbeda sehingga menganggap dan menyikapi perbedaan tersebut lebih dewasa. Masing-masing pemuka agama baik secara individu maupun secara organisatoris- tidak menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan aliran lain, sehingga menyebabkan ketersinggungan orang lain.3. Keterlibatan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
Di Pamekasan sampai saat ini belum pernah ditemukan konflik berlatar agama, kalaupun ada agama hanya dijadikan dasar untuk mencapai kepentingan dan itu bersifat kasuistik. Masyarakat saling tenggang rasa, saling memahami, bisa membedakan mana wilayah doktrin dan mana wilayah sosial. Jika ada perbedaan sebelum mencuat ke permukaan para tokoh bersama dengan aparat pemerintah, khususnya dalam hal ini pihak kepolisian mulai proakatif menyelesaikan persoalan agar bisa diredam. Di sinilah letak signifikansi pengaruh kelompok elit agama (religious elite) baik kiai pesantren, kiai langgar, ustadz maupun tokoh masyarakat bagi masyarakat Pamekasan.
4. Kondisi Kondusif Sosial-Politik
Kondisi social-politik yang terbuka memberi peluang bagi masyarakat untuk berbeda, termasuk perbedaan dalam agama. Hal-hal yang bersifat khilafiyah tidak lagi mempertajam perbedaan seperti pada masa orde Baru. Sebagaimana Jamak diketahui bahwa pada orde Baru, politik merupakan panglima dengan model kebijakan “modernisasi” dan hampir setiap perbedaan dipolitisir. Kondisi demikian hampir dapat dipastikan bahwa umat Islam menjadi korbannya dan kondisi demikian pula hegemoni negara atas rakyat sangat dominan.5. Tingkat Kesadaran Pendidikan Masyarakat
Kesadaran untuk hidup rukun, muncul dalam diri masyarakat sejalan dengan tingkat pendidikan mereka dan ini juga direspon oleh elit. Semakin tinggi pendidikan seseorang semestinya semakin tinggi pula toleransinya, Sebaliknya semakin rendah pengetahuan dan latar belakang pendidikan seseorang semakin besar kemungkinan munculnya hal-hal negatif apalagi itu diendus dari pihak luar.Kabupaten Pamekasan disebut pula dengan kota pendidikan di Madura.Tingkat pendidikan di kota Gerbangsalam ini meliputi jenjang Taman Kanakkanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (PT). dan partisipasi masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Hal ini ditunjukkan bahwa diantara lembaga pendidikan yang disebut di atas bahwa lembaga pendidikan baik formal (swasta) maupun lembaga pendidikan non formal (pesantren), serta lembaga-lembaga kursus lainnya yang didirikan oleh masyarakat jauh lebih banyak dibanding dengan lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah.
Vihara Avalokitesvara
Sebuah rumah ibadah agama Buddha yang didalamnya terdapat patung penemuan Pak Burung yang berukuran besar dan dikenal dengan Avalokitesvara Bodhisatva.Patung tersebut berukuran tinggi 155 cm, tebal tengah 36 cm, dan tebal bawah 59 cm.Tempat ini dapat menjadi pilihan berlibur, selain sebagai tempat wisata religi, sobat traveler juga dapat menikmati wisata pantai yang berlokasi tak jauh dari vihara. Pantai tersebut bernama Pantai Talang. Dahulu Pantai Talang merupakan tempat berlabuh perahu dari seluruh nusantara dan pada jaman Majapahit sendiri, pantai ini merupakan jalur untuk mendatangkan peralatan keamanan dan perlengkapan ibadah seperti patung-patung. Konon patung dari Majapahit yang rencananya akan digunakan untuk membangun candi, tidak dapat terangkat dan pembangunan candi pun tidak terlaksana.
Meski masyarakat Pulau Madura mayoritas pemeluk agama Islam, keberadaan Pura dapat dijadikan sebuah simbol kerukunan dan keanekaragaman umat beragama. Masyarakat Islam pun tidak melarang untuk membangun sarana ibadah bagi pemeluk agama lain di Indonesia khususnya di Madura.
Pada waktu tersebut saya melakukan beberapa hal tentang vihara tersebut baik kepada ketua yayasan vihara dan juga kepada warga sekitar. Di dalam wawancara tersebut saya banyak mendapatkan pengetahuan bagaimana toleransi antar agama di sekitar VIHARA tersebut, karena di VIHARA Pamekasan, tidak hanya sebagai tempat ibadah umat Tridharma, melainkan tempat ibadah untuk umat beragama lain, semisal Pura untuk umat Hindu serta Musalla untuk umat Islam juga ada di areal tersebut.
Menurut Ketua yayasan Vihara Avalokitesvara, Kosala Mahindra, dari dua tempat ibadah yang ada di dalam vihara tersebut tempat ibadah umat Islam yang berupa Mushalla yang ada dibagun lebih dahulu disbanding tempat ibada agama Hindu
Tempat peribadatan lain itu adalah musholla yang menjadi tempat ibadah umat Muslim dan pura yang merupakan tempat peribadatan umat Hindu. Dengan adanya tempat peribadatan lain selain vihara, melambangkan persatuan antar umat beragama di tempat ini. Sedangkan penghargaan yang kedua didapatkan karena vihara ini pernah menjadi penyelenggara dan memprakasai pementasan wayang kulit yang dilakoni oleh pemain dari 10 negara yang berbeda.
Vihara Avalokitesvara yang merupakan simbol agama Buddha di Kabupaten Pamekasan, Madura sebenarnya memiliki banyak hal seputar ajaran agama dengan nilai kepedulian sosial dan historis tersendiri. Namun, banyak pihak yang masih kurang menyadari akan hal tersebut. Karena itu sebagai pihak yang peduli dan sedikit banyak mengetahui dan memahami perkembangan serta seluk belukVihara Avalokitesvara.
Penutup
Kabupaten Pamekasan adalah sebuah kabupaten di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pamekasan. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Madura di selatan, Kabupaten Sampang di barat, dan Kabupaten Sumenep di timur.
, Dengan adanya tempat peribadatan lain selain vihara, melambangkan persatuan antar umat beragama di tempat ini.Kerukunan beragama adalah terwujudnya sikap dan kesadaran untuk saling mengerti, saling menghormati dan saling menghargai di antara pemeluk agama yang berbeda, yang terefleksi dalam sikap menghormati dan saling menghargai secara tulus di antara mereka dan terimplementasi dalam sikap keseharian berupa saling menghormati dan menjaga perasaan tersinggung pemeluk agama lain dengan berusaha berpikir dan bersikap positif. . Kemajemukan agama di kota Gerbang Salam ini (Pamekasan) ditandai dengan eksisnya semua agama resmi (diakui negara) seperti: Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik dan KhongHucu. Namun demikian kemajemukan pemeluk agama ini tidak menjadikan Pamekasan menjadi kota konflik antar pemeluk agama.
Komentar
Posting Komentar